12/06/11

Meraih Mimpi

Kemarin Minggu (12/06) seperti halnya yang dilakukan oleh mayoritas umat Kristiani, saya pergi ke gereja. Sedikit malu untuk mengakui bahwa saya bukanlah orang yang rajin beribadah. Namun, minggu ini terasa sangat berbeda karena keinginan saya untuk pergi beribadah sangat tinggi. Mungkin karena saya sedang mengalami masa terberat dalam kuliah, yaitu skripsi. Saya memang belum menjalani skripsi tetapi sudah memasuki tahapan awalnya, yakni proposal. Sudah sekitar 3 minggu sejak saya melewati ujian usulan penelitian yang menyita waktu, dan bersimbah air mata. Saya memang dinyatakan lulus ujian usulan penelitian. Sekaranglah saatnya saya harus merevisi proposal yang penuh catatan dari dosen penguji. Tenggang waktu yang diberikan memang sangat panjang, sekitar 3 bulan. Namun, kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang harus saya lakukan di bulan Juli-Agustus memaksa saya harus merampungkan revisi sebelum saya berangkat ke lokasi KKN di Banjarnegara. Ditambah lagi saya sedang menjalani kuliah KKL 3. Berbagai kegiatan lain yang saya lakukan pun membuat saya belum menyentuh proposal. Ditambah lagi dosen pembimbing skirpsi saya adalah dosen yang dikenal kolot dan sangat idealis. Ya, beliau jugalah yang membantai saya di saat ujian usulan penelitian dulu. Berbagai tekanan itulah yang membuat saya merasa takut, dan hanya ada satu tempat saya untuk berserah. Tuhan.

Sangat hina memang jika dilihat saya yang datang kepada Tuhan hanya saat membutuhkan. Namun, saya tidak tau harus berbuat apalagi untuk mengatasi ketakutan dan kegundahan yang saya alami. Saya sempat tersentak mengingat ayat alkitab yang saya dapatkan saat naik sidi dulu.
"Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku,," Mazmur 23:1
 Ayat tersebut selalu saya pegang dalam kehidupan ini. Jika dalam penafsiran saya, makna dibaliknya adalah saya takkan kekurangan apapun, dan apapun yang saya inginkan akan terjadi, asalkan tetap mengandalkan Tuhan sebagai Bapa yang melindungi, dan gembala yang akan menuntun jalan hidup saya. Saat kebaktian minggu kemarin, pendeta yang berkotbah menceritakan tentang doa. Meminta kepada Tuhan dengan Iman. Bukan sekedar dengan kepercayaan. Mintalah yang terbaik dengan penuh kepercayaan yang yakin penuh bahwa Tuhan akan mengabulkan apa yang kita minta. Ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Mintalah maka kamu akan mendapatkan. Saya semakin tersentak karena yang terjadi selama ini berbanding terbalik dengan yang saya lakukan. Bila mengacu pada ayat tadi, jika saya mengandalkan Tuhan, maka tidak akan kekurangan. Saya seringkali jarang meminta kepada Tuhan. Bahkan bisa dikatakan jarang mengandalkan Tuhan. Hanya sebatas kemampuan sendiri.

Jika melihat kembali ke belakang, saya mempunyai impian menjadi seorang desainer grafis. Bahkan sampai sekarang saya masih terobsesi dengan dunia itu. Terlihat dari carut marutnya perkuliahan yang saya jalani. Saya menjalani kuliah di Universitas Gadjah Mada Fak.Geografi Jurusan Geografi Lingkungan. Jurusan pilihan bapak saya sewaktu menjalani UM-UGM dulu. Sama sekali tidak menyangka bisa masuk ke jurusan yang sama sekali tidak saya sukai. Masa-masa kuliah pun banyak saya habiskan untuk mengikuti kegiatan di luar akademik. Terutama seni yang dari dahulu daya cintai. Saya lebih sering mengunjungi pameran seni daripada membuka buku menyangkut perkuliahan. Bahkan saya lebih memilih menghabiskan uang untuk membeli majalah, CD musik, dan katalog-katalog pameran, dibandingkan membeli buku tentang Geografi. Namun, semua itu semata-mata karena alasan tadi.

Sejak kecil saya sudah terbila-gila akut dengan yang namanya menggambar. Saya sangat menyukai hal-hal berbau seni yang ditampilkan secara visual. Saya bisa menghabiskan waktu untuk menggambar lebih banyak daripada waktu untuk tidur. Entah kenapa, tetapi saya percaya terlahir untuk dunia seni. Saya percaya Tuhan memberi jalan itu. Sehingga di saat SMA saya menargetkan untuk kuliah di FSRD ITB. Saat ujian seleksi masuk ITB dilakukan di sekolah saya, sontak membuat saya tanpa pikir panjang meminta ijin orang tua untuk mengikuti ujian tersebut. Bapak saya pun mengijinkan. Walaupun dari dulu saya sering berselisih paham dengan orang tua saya menyangkut masalah jurusan kuliah. Akhirnya, saya menjalani ujian dengan penuh penuh percaya diri. Namun, hasilnya adalah kegagalan. Saya sangat terpukul dengan keadaan tersebut dan merasa pupus harapan untuk memasuki jurusan itu. Orang tua hanya memperbolehkan masuk jurusan seni, tetapi di perguruan tinggi negeri. Akhirnya saya hanya bisa menuruti keinginan orang tua saya untuk mengikuti UM UGM.

Saya pernah merasa tidak adil dengan yang saya alami. Jika di saat saya sudah mempercayai Tuhan akan memberikan jalan di dunia yang saya senangi, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Saya sudah meminta bahkan sampai bercucur air mata. Namun, semua yang terjadi hanya seperti ini. Namun, di masa-masa saya berkuliah di Jogja, saya sedikit tersadar. Saya sangat menyukai atmosfir lingkungan kota Jogja. Saya dengan mudahnya melihat dunia seni rupa yang lebih luas di kota budaya ini. Kota yang menghargai seni lebih dari yang dilakukan orang-orang di kota kelahiran saya. Dunia seni jauh lebih luas dari yang saya bayangkan. Saya merasa beruntung "terdampar" di kota yang istimewa ini. Saya bisa mengambangkan kemampuan diri saya lebih lagi. Entah itu dalam bidang seni maupun dalam keorganisasian. Mungkin jika saya berkuliah di Medan, saya tidak akan bisa mendapatkan apa yang saya dapatkan di Jogja. Semua hal itu membuat saya tersadar, bahwa saya harus mensyukuri apa yang saya dapatkan sekarang.

Jika mengingat impian saya dulu yang belum kesampaian, saya punya pemikiran lain. Tuhan bukannya tidak mengabulkan doa saya, tetapi Tuhan belum mengabulkan karena saya belum siap. Jalan yang diberikan memang tidak lurus dan gampang, tetapi sedikit berliku. Banyak jalan menuju Roma kalau kata pepatah. Saya yakin jalan menuju mimpi saya memang harus sedikit berliku. Seperti pada film Sang Pemimpi, Ikal dan Arai yang punya impian berkuliah di Paris. Mereka hanyalah anak kampung pedalaman yang seorang yatim piatu dan satunya memiliki orang tua yang tidak mampu. Namun, semangat mereka untuk meraih mimpi itu patut diacungi jempol. Melewati berbagai proses panjang dari pedalaman Belitong ke Jakarta, sampai berkuliah di Paris, Prancis. Mereka tak pantang menyerah, dan terus bersemangat menggapai mimpi.

Saya percaya kalau saya pun bisa menggapai mimpi seperti mereka. Tidak ada yang tidak mungkin asal kita mencoba, dan tidak ada yang mustahil bagi Tuhan asalkan kita meminta dengan iman dan percaya. Oleh karena itu, saya harus menuntaskan kuliah saya di Geografi UGM sehingga tidak mengecewakan orang tua. Setelah itulah saya harus berjuang kembali mengejar mimpi saya.
Semangat!


*Thanks to Almighty God.
And Thanks to my beloved father & mother.
I just want to make you proud & happy.

2 komentar:

  1. religius sekali anda ber...haha

    BalasHapus
  2. Hahahaha..
    Dalam keadaan tertekan, semua orang pasti menjadi sangat religius fer.. :p

    BalasHapus