29/09/14

(Setidaknya) Bahagia Itu Sederhana

Jumat lalu Remo berkunjung ke ibukota. Setelah merampungkan urusannya, seperti biasa kami pun menjadwalkan bertemu. Pada hari minggu kami memutuskan berkumpul bertiga saja bersama Didi. Hanya bertiga. Ya, hanya bertiga. Bosan? Sepertinya tidak, walaupun perjalanan kami hanya berkutat di sekitaran Sudirman dan Menteng saja.

Siang harinya kami berkumpul di Sarinah sebagai meet-up point. Jangan mikir negatif ya dengar kata Sarinah. Hahaha. Lalu kami pun memutuskan menuju sebuah Mall Besar di sekitaran Bunderan HI untuk melihat pameran dan penampilan sebuah band epic dari Jogja. Kami memutuskan untuk ngopi sembari menunggu acara. Tapi tak disangka obrolan kami lebih menarik dari musisi yang akan tampil malam itu. Saya yang baru saja mengalami sedikit kekecewaan mendadak melupakan sejenak hal itu. Semua mengalir seakan-akan selalu saja ada bahan obrolan yang muncul seketika. 

Setelah malam mulai menghampiri, kami pun memutuskan untuk berkaraoke ria layaknya anak abg yang tidak punya beban. Lagu boyband era 90-an sampai lagu Broery Marantika pun jadi pilihan. Semua menyanyi keluar dari tampilan kami biasanya. Tak ada kata jaim. Kami pun bernyanyi tanpa peduli kalau besoknya kami harus memulai hari bergelut dengan pekerjaan masing-masing.

Malam semakin larut. Kami pun kembali ke tempat Remo menginap. Rasa lapar pun menghampiri. Karena jam yang sudah menunjukkan pukul 12 malam, tanpa pikir panjang kaki langsung melangkah ke arah Taman Suropati. Sepanjang jalan selalu saja ada yang bisa jadi bahan obrolan kami. Dari keinginan tersembunyi saya yang ingin jadi penyiar radio, Remo jadi model Brand Clothingan, dan Didi yang ingin menjadi model Catwalk (Kalo ini agak susah sih kayaknya. hahaha). Ntah kenapa saya jadi sangat menikmati waktu kami berjalan kaki. Walaupun memang agak capek karena saya malas olahraga, tapi berjalan kaki membuat semakin banyak cerita yang didapat. Candaan-candaan pun bisa muncul seketika tanpa ada yang mengira.

Sesampainya di Taman Suropati, kami pun memesan makanan. Memang ga ada yang sangat spesial di Taman ibu kota satu ini. Tapi kami lagi-lagi hanya bercerita seakan bahasan tak pernah ada habisnya. Mulai dari bahasan tentang orang tua, calon keluarga masa depan (padahal yang 2 lagi masih jomblo), sampai masa-masa kuliah dulu. Mungkin suasana lesehannya sedikit mengingatkan kami dengan suasana Jogja. Lampu taman yang remang-remang, sesekali pengamen menghampiri untuk mencari peruntungan. Semua berakhir ketika jam menunjukkan pukul 3 pagi. 

Kami bertiga mungkin sedikit cerminan orang-orang yang mencari ketenangan di tengah kepenatan yang kerap datang setiap harinya. Kami berkumpul, bercanda, dan kadang bercerita serius tentang perjuangan menata masa depan. Saya memang orang yang gampang bosan dan merasa penat dengan rutinitas. Tapi untuk mengobatinya saya cuma butuh satu hal. Teman ngobrol dan berbicara panjang lebar tentang apa saja.

Saya sedikit teringat sebuah quote yang berisi 

“Sometimes the most ordinary things could be made extraordinary, 
simply by doing them with the right people”

Mungkin tidak perlu menghabiskan waktu dengan glamor dan menguras uang di tempat makan mewah, tidak juga mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan hiburan kelas atas. Cukup berkumpul di tempat yang biasa saja, tapi semua bisa menjadi luar biasa. 

Ga terasa sudah hampir 6 tahun kita saling mengenal. Sejak perjumpaan pertama di Kembang Merak B21, di sekre sempit yang kita namakan Bul. Ketika saya masih gondrong semrawut yang kata orang tua saya lebih mirip gembel, remo masih berambut gondrong a la Otong Koil yang lurus halus bak model iklan sunsilk, dan didi yang belum berhijab. Sampai saat kita diamanahi untuk bergelut bersama mengurus rumah bernama SKM Bulaksumur. Dan ga disangka juga sampai saat ini kita masih bergosip dan bercuap-cuap bersama dalam sebuah grup pesan singkat.

Senang bisa menghabiskan waktu bersama kalian, mates! :)




24/06/13

Java Rockin’ Land 2013

Sabtu (22/06) kemarin saya baru menghadiri perhelatan musik besar di Jakarta. Java Rockin’ Land 2013. Sudah lama saya tidak menonton acara musik semenjak di berada di Jakarta. Sebenarnya tidak ada niatan dari awal untuk menonton acara ini. Headliner dari luarnya juga kurang begitu menarik hati. Tapi keinginan untuk menonton tetap besar. Dari tiket keluar seharga 75ribu sampai naik menjadi 300ribu saya tak kunjung membeli tiket. Kelupaan terus sampai akhirnya sepupu saya berbaik hati membelikan tiket. Wah, senangnya bukan main.

Sabtu pagi saya bertolak jam 10 pagi dari kosan menuju daerah Kampung Melayu, titik pertemuan yang saya rencanakan dengan teman saya. Hari itu saya berjanji nonton JRL bareng sobat-sobat saya, Remo dan Donne. Sepanjang perjalanan kondisi Jakarta masih baik-baik saja. Semua berubah sampai ketika kami naik bus Trans Jakarta. Ternyata hari itu adalah hari ulang tahun kota Jakarta, sehingga pemerintah DKI menggratiskan ongkos bus Trans Jakarta. Jadi sudah kebayang ramainya antrian di halte busway, ditambah lagi tujuan kami adalah Ancol. Daerah yang notabene jadi destinasi kunjungan wisata keluarga hari itu.

Jam setengah 4 saya dan Donne sampai di venue Pantai Carnival Ancol. Suasana sudah mulai ramai, tapi belum ada band yang tampil. Panggung utama masih dipakai untuk check sound. Sebelum penampil pertama, kami memutuskan mengunjungi booth-booth yang ada di sana. Dari mulai booth merchandise, Disc Tarra, Demajors, dan lainnya. Kamipun sempat mengikuti lomba mendesain lighter di booth Zippo.

Setelah mengikuti lomba dan beberapa games, kami pun melewatkan setengah penampilan Gigantor. Walaupun hanya sebentar, kami sempat melihat aksi panggung band Trash Metal Jakarta tersebut. Penampilan yang menurut saya keren dan enerjik. Setelah itu kami sempat menonton penampilan dari Nick di stage sebelah. Hanya satu lagu yang saya ingat ketika mereka tampil, yaitu mengcover lagu Bitter Sweet Simphony dari The Verve. Setelah itu kami pun bertolak ke Tebs Stage di seberangnya. Gugun and The Blues Shelter menghentak dengan musik bluesnya. Itu pertama kalinya saya melihat GBS tampil, dan saya akui memang keren penampilan mereka. Ditambah lagi si Bule Jono yang tampil eksentrik yang saya tidak tau menyebut gaya berpakaiannya itu apa.

Setelah menonton GBS, kami berpisah untuk memilih penampil yang ingin disaksikan sendiri-sendiri. Karena JRL ini bersifat festival dengan 6 panggung yang tersebar, sehingga kemungkinan untuk melewatkan banyak penampilan band sangat besar. Saya memilih menonton Morfem. Jujur saya senang banget dengan musik Morfem, dan inilah kesempatan pertama saya menonton mereka. Pukul setengah 7 tepat, Pandu, Yanu, dan Freddi mulai membuka penampilan mereka dengan intro instrumental yang menghentak. Kemudian di akhir musik Jimmi masuk dan penonton digeber dengan Pilih Sidang atau Berdamai. Beberapa nomor lagu dari album pertama dan kedua dibawakan. Penonton mulai menggila ketika Morfem membawakan medley dari band punk legendaris, The Ramones. 1..2..3..4.. Dari mulai Blietzkrieg Bop, Rockaway Beach, Rock N Roll Radio, KKK Took My Baby Away, sampai I Wanna Be Sedated. Penampilan mereka ditutup dengan lagu “Tidur Di Manapun, Bermimpi Kapanpun”. Namun sayang karena waktu, lagu “Gadis Suku Pedalaman” yang tertulis di setlist tidak sempat dibawakan.

Morfem menghentak penonton di Propaganda Stage

Setelah menonton Morfem, saya bergegas ke Dome Stage untuk melihat penampilan Sore yang sudah mau habis. Sesampainya di sana, terlihat sosok Ade Paloh sedang menyanyikan lagu Apatis Ria. Kemudian beberapa lagu seperti Etalase, No Fruits For Today, dan Ssst... juga sempat saya tonton. Ketika Sore tampil lah Remo baru tiba di venue. Dia baru saja tiba dari Surabaya karena harus mengikuti tes kerja. Akhirnya kami menikmati lanjutan sisa penampilan sore malam itu. Walaupun di lagu No Fruit For Today tidak dinyanyikan oleh Ramondo lagi karena statusnya yang sudah keluar dari Sore, tapi keseluruhan penampilan Sore malam itu sangat luar biasa.

Ade Paloh ketika membawakan Apatis Ria

Keluar dari Dome Stage kami bergegas menuju Main Stage IM3 untuk melihat Suicidal Tendencies. Band yang sempat beranggotakan Robert Trujillo ini cukup sangat energik dalam penampilannya. Musik crossover trash hardcore mereka sangat bisa meningkatkan tensi penonton ketika itu. Di lagu ketiga saya memutuskan kembali ke Dome Stage. Kenapa? Karena saya ingin menonton Efek Rumah Kaca! Terdengar konyol memang, tapi begitulah keadaannya. Saya sudah setahun lebih tidak mendengarkan Efek Rumah Kaca tampil live.

Sebenarnya BEKAGE telah mengundang ERK sewaktu Earthernity Fest 2013 Juni lalu di Jogja. Namun saya tidak bisa menyaksikannya karena saya sudah harus bergegas pulang ke Ibukota. Kecewa, pasti. Tapi kerinduan saya terbalas di sabtu malam. Saya berdiri di barikade paling depan. Dengan semangat saya bernyanyi sampai suara sedikit serak, saya pun terhanyut dalam penampilan luar biasa dari Efek Rumah Kaca.


Cholil - Efek Rumah Kaca 

Malam itu mereka tampil dengan Pandai Besi dan membawakan beberapa aransemen lagu ERK versi Pandai Besi seperti Laki-Laki Pemalu, Menjadi Indonesia, dan Jalang. Lagu-lagu dari album pertama dan kedua pun tak lupa dibawakan, seperti Debu-debu Beterbangan, Di Udara, Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa, Balerina, Sebelah Mata, Mosi Tidak Percaya, sampai lagu Cinta Melulu yang mereka tidak bawakan saat perhelatan JRL 2011 silam. Akhirnya kepuasan selama satu jam ditutup dengan nomor lembut Desember yang harus mengakhiri penampilan mereka malam itu.

Selepas penampilan ERK, saya bergegas ke JRL Stage untuk menyaksikan Sixpence None The Richer. Sesampainya di sana, sudah lebih setengah penampilan. Saya hanya ingat mereka membawakan cover lagu country The End of The World, karena jujur tidak banyak lagu mereka yang saya tau. Kemudian penonton bersorak dan ber-singalong ketika There She Goes dinyanyikan. Hal yang lumrah, karena ini salah satu lagu hits mereka yang cukup dikenal di sini selain Kiss Me.

Setelah itu karena terlalu lelah dengan kondisi kaki yang sakit, saya memutuskan untuk istirahat ketika Remo dan Donne memutuskan untuk menonton Collective Soul. Setidaknya saya masih bisa mendengarkan penampilan Collective Soul Karena tempat beristirahat saya tidak jauh dari Main Stage. Hampir satu setengah jam penonton digeber dengan musik mereka. Bahkan sampai terjadi Encore yang membuat mereka membantai penonton dengan 3 lagu sekaligus.

Selepas penampilan Collective Soul, kami pun beristirahat kembali di tempat yang sama. Malam itu kebahagiaan saya semakin bertambah ketika konfirmasi dari pihak Zippo datang dalam bentuk pesan singkat. Yak, saya jadi Winner of Today desain lighter Zippo! Yiihaaaaa!! Saya langsung bergegas ke booth Zippo. Jujur saya tidak menyangka sama sekali bisa banyak yang ngevote karya saya hari itu. Saya pun mendapatkan sebuah Lighter Zippo, T-shirt, dan Mainan Tangan dari busa (Ntah apa disebutnya). Karya itu akan dilombakan lagi dan jika beruntung, akan berkesempatan dicetak ke Zippo Lighter. Semoga saja.

Oleh-oleh dari Java Rockin Land 2013

Setelah itupun kami memutuskan pulang ketika waktu sudah menunjukkan jam 2 dini hari. Kami pun berjalan menuju pintu keluar diiringi musik dari penampil asing terakhir malam itu, Hellogoodbye. Walaupun lelah, namun malam itu penuh luapan kebahagiaan. Berkumpul bersama sahabat-sahabat menyaksikan pertunjukan musik dengan ERK yang paling saya tunggu kehadirannya. Sudah hampir 5 bulanan tidak menonton perhelatan musik apapun,  akhirnya terbayar malam itu. :D

13/06/13

Terlalu Indah

Orang berlalu lalang
Setelan mentereng minim ekspresi
Berjuang dari pagi

Tiap hari penuh stagnasi
Banting tulang jadi budak korporasi
Lelah mampu hapus senyuman
Tanpa sadar tiap hari adalah ancaman

Jalankanlah hidupmu
Senyum takkan kurangi wibawamu
Janganlah bersusah terlalu dini

Hidup terlalu indah untuk kau sesali



Nb : Cuma sekedar tulisan iseng. 
Karena saya ga bakat nulis puisi

Jalan

Jangan takut terjebak
Karna kau takkan beranjak
Liat sisi dunia
Dan kau pun akan terjaga

Pilih jalan sesuai hati
Jangan semua asal jalani
Kau tak bisa kembali mundur
Hanya berjuang sampai uzur

Hidup memang tak semudah dulu
Masa indah takkan instan berlalu
Setiap memori silaukan hidupmu

Saatnya cari petualangan baru


Nb : Cuma sekedar tulisan iseng. 
Karena saya ga bakat nulis puisi

Langkah Kecil

Gadis kecil mencuat tinggi
Kadang tak diacuh kadang dipuji
Kata kerap tibani kontroversi
Mungkin karena masih terlalu dini

Ucapmu masih sering berduri
Lusuh tanpa saringan sana sini
Tingkahmu rebut banyak atensi
Orang hilir mudik coba hampiri

Seperti mudah engkau diraih
Tapi tak tahu arahmu pergi
Beri sesuatu yang tak terganti
Mungkin butuh kau coba lagi
Langkah kecilmu untuk mencari diri




Nb : Cuma sekedar tulisan iseng. 
Karena saya ga bakat nulis puisi

03/06/13

3 Days to Remember

Waktu yang dinanti-nanti selama 5 bulan akhirnya tiba juga. Saya menepati janji untuk kembali pulang ke rumah kedua. Bukan ke Medan, tapi Jogjakarta. Dari awal keberangkatan ke ibu kota yang membuat galau itu saya akhirnya memutuskan melepas rindu akhir pekan lalu.

Setelah perencanaan panjang dan membeli tiket, tepat hari Kamis jam 5.30 sore saya bertolak dari kantor menuju stasiun Pasar Senen untuk mengejar kereta pukul 10 malam. Perjalanan yang panjang namun tak terasa karena antusias saya untuk segera berada di Jogja sudah tidak terbendung lagi. Sekitar jam 7 pagi saya pun tiba di Jogja. Ah, senang rasanya. Melihat kereta bersandar di stasiun Lempuyangan dengan udara yang masih segar dibalut sedikit embun pagi yang sesekali muncul.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Remo, saya pun tak mau melepas pandangan sedikitpun dari jalanan yang dilewati. Jalan Kaliurang yang semakin padat kendaraan, sampai jalanan sekitar UGM yang tidak banyak berubah. Kangen sekali melihat pemandangan ini. Memang tidak banyak yang berubah dari Jogja ketika saya tinggalkan Desember lalu. Jalanan yang sama, sesekali terlihat bangunan-bangunan baru yang membuat pangling.

Saya ke Jogja untuk melepas rindu sekaligus menghadiri acara yang diadakan 2 UKM saya selama kuliah. Earthernity Fest dari Bengkel Kesenian Geografi (Bekage) dan Aksi Kreasi #5 yang diadakan SKM UGM Bulaksumur (Bul). Keduanya menjadwalkan acara di hari yang sama. Saya pun mau tidak mau harus membagi waktu untuk kedua rumah saya tersebut. Karena keduanya mempunyai porsi yang sama bagi saya. Tidak kurang tidak lebih. Keduanya memberi banyak cerita dan pengalaman, dan di kedua tempat itulah saya menemukan keluarga selama di Jogja. Jujur saya telah membuat rencana perjalanan selama di Jogja. Waktu liburan hanya 3 hari. Jadi saya membuat rencana tertulis tempat yang ingin dikunjungi layaknya artis yang menyusun schedule. Gaya bener lah pokoknya.

Hari pertama saya putuskan untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak Bul. Jam 11 siang bertolak ke Kembang Merak B21. Keadaan masih sama, namun dengan beberapa muka baru yang belum saya kenal dan tentunya dengan Wi-fi baru yang terpasang. Tapi saya tidak peduli dengan adanya wi-fi baru yang tersedia di B21. Saya hanya ingin bertemu dengan teman-teman Bul, dan tak lupa bertemu mbak jajan yang setia berjualan di B21 bahkan sejak saya masih mengecap bangku SMP. Seharian penuh sampai malam saya tak lepas dari lincak B21. Hingga malam harinya kami menyempatkan diri ngejam bersama Black Albino dan kongko di Kedai 24, tempat langganan kami. Malam yang panjang. Sampai pukul setengah 3 pagi baru kami memutuskan untuk pulang karena keadaan mata sudah tinggal setengah watt. I really enjoy my first day.

Hari kedua bisa ditebak. Saya bangun telat jam 11 siang. Hari ini saya berencana mau menghabiskan waktu bersama teman-teman Bekage. Tapi paginya saya bertemu dengan adik saya yang masih berkuliah di Jogja. Makan siang bersama dan bercerita sembari langit mendung Jogja memaksa kami harus mengakhiri makan siang kami. Setelah itu saya pun tiba di kampus tercinta. Fakultas Geografi UGM. Tampak gedung baru yang tak kunjung selesai, masih berbentuk pondasi tiang-tiang berbalut semen dengan logo si pengembang di masing-masing pilar. Kapan ini mau rampung gedung barunya?

Dengan hujan deras mengiringi saya pun berlari sampai tak terasa badan sudah basah kuyup. Siang itu kampus masih sepi anak Bekage dan hanya bertemu dengan Naul. Namun satu per satu teman-teman bermunculan. Hingga malam tiba tak terasa kantin semakin ramai dan saya senang bisa bertemu keluarga saya selama kuliah ini. Saya rindu mereka semua. Tak hanya teman seangkatan, tapi adik-adik angkatan yang sempat menggila bersama juga. Tak terhitung berapa kali jabat tangan terjadi, dan tak terhitung saya menjawab tiap pertanyaan sama yang datang bertubi-tubi. Tapi saya tetap senang. Akhirnya bisa berkumpul kembali. Sembari menunggu waktu untuk mendekor ke purna, saya ditemani Didot, Angger, dan Jeki menyempatkan diri ke burjo yang sering kami kunjungi, Burjo Samiasih. Tak banyak yang berubah, hanya terlihat sedikit lebih sumpek saja. Hehe.

Setelah makan, kami bertolak ke Purna Budaya. It’s decoration time. Padahal ya sampai sana saya tidak bantu ngedekor, hanya numpang berkumpul dan sesekali melihat-lihat anak-anak mendekor. Jadi teringat tahun-tahun sebelumnya di mana keadaan yang terjadi sama seperti dulu. Dua tahun berturut-turut sebelumnya kami menghabiskan waktu mempersiapkan dekor panggung untuk Earthernity Fest. Bergelut dengan cat hitam dan baliho bekas. Yap, itulah peralatan yang kami pakai untuk mendekor, minimalis dan irit biaya tentunya. Dengan baliho hasil jarahan dari acara-acara kampus, dan bermodal cat hitam sudah cukup untuk berkreasi. Biasanya semua dilakukan sampai pagi. Ngantuk pasti, tapi tetap menyenangkan pastinya. Entah kenapa semua hal itu bikin saya makin kangen jadi mahasiswa. Saya pun meninggalkan purna jam stengah 4 pagi untuk kemudian numpang tidur di kosan baru nano. Capek broo, kurang tidur seharian ditambah pulang pagi pula. Ah saya gak peduli, yang penting senang.

Hari terakhir di Jogja akhirnya tiba. Hah, cepat banget waktu berlalu. Saya pun dalam sehari berganti kaos panitia sampai dua kali, meskipun saya bukan panitia. Sebenarnya karena kehabisan baju, jadinya pake baju panitia. Siang sampai sore saya mengunjungi Aksi Kreasi di Gelanggang Mahasiswa UGM. Seperti hari-hari sebelumnya, agendanya ya untuk reuni bersama teman-teman Bul. Bertemu sesama alumni sampai makan di foodcourt yang sudah lama tak saya jambangi. Kemudian tepat waktu maghrib saya bertolak ke Purna Budaya. Sampai sana acara belum di mulai. Tak apalah. Toh saya juga masih bisa berkumpul dan sekedar melepas rindu dengan teman-teman yang ada. Jujur event Earthernity Fest ini yang saya tunggu-tunggu adalah bintang tamunya. Efek Rumah Kaca. Sejak EF pertama tahun 2009 kami punya keinginan besar mengundang ERK. Tapi keterbatasan dana dan sumberdaya membuat kami mengurungkan niat itu. Tiap tahun pun wacana mengundang ERK selalu muncul, namun kerapkali kalah ketika voting pengisi acara dilakukan.

Saya penggila ERK. Sejak muncul band ini sangat menarik perhatian saya. Saya mulai mengumpulkan merchandise sampai membeli albumnya juga. Hampir semua event yang mengundang ERK saya datangi, mulai dari launching album Kamar Gelap di Liquid Café, acara ulang tahun Starcross sekaligus tur Jangan Marah Records, Kickfest, sampai pensi-pensi SMA di Jogja. Bahkan saya sempat menjadi responden skripsi teman saya menyangkut ERK. Kebetulan si empunya skripsi juga maniak ERK. hehe

Tapi saya harus melewatkan penampilan ERK yang membawa serta Pandaibesi untuk tampil. Arrrrgghhhh!! Jujur saya iri. Ditambah lagi banyaknya twit bermunculan tentang penampilan ERK di EF kemarin malam. Jam setengah 10 setelah Wikan & Avian Project tampil, saya memutuskan untuk pulang mengejar kereta jam 11. Di kereta saya hanya bisa melihat foto-foto acara yang menunjukkan Purna Budaya penuh sesak penonton. Tiket SOLD OUT sampai 1200an orang. Ketakutan selama ini mengundang ERK yang diprediksi ga akan mengundang banyak penonton ternyata salah. Earthenity Fest 2013 kemarin malam menjadi pembuktiannya. Jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah EF. Sayangnya saya tidak bisa mengikuti acara sampai selesai.


Sebelum bertolak ke stasiun Tugu saya terlebih dulu pamit pada teman-teman Bul di gelanggang. Momen-momen terakhir sebelum saya harus pulang. Jujur sedih banget rasanya. Namun, sepanjang perjalanan kereta api menuju Jakarta saya tidak lagi sedih karena tidak bisa menonton ERK tampil, tapi sedih karena harus meninggalkan Jogja lagi. Meskipun tidak bisa melihat ERK tampil, tapi hati ini merasa lega. Bisa melunasi utang saya untuk datang ke Jogja. Semua acara berjalan sukses. Bisa berkumpul bersama teman-teman di sana, dan yang terpenting kerinduan saya terobati. Saya pun tidur dengan lelapnya di bangku kereta hingga suara kereta membangunkan saya di pagi hari ketika sudah mendekati Jakarta. 

I absolutely love this short trip. :)

15/05/13

Yeah, I hope It Really, Really Could Happen




Ah, Menyesal. Itu kata yang pantas dilabuhkan pada saya karena melewatkan satu event konser dari grup musik era 90-an yang berlabuh ke Jakarta. BLUR! Saya tau Blur sejak masih SD ketika lagu “Coffee & TV” sering muncul di TV nasional Indonesia. Beranjak SMP saya masih mengikuti perkembangan mereka ketika album Think Tank (2003) dilepas tanpa sang punggawa gitar, Graham Coxon. Dia meninggalkan Blur di kala Damon Albarn mulai asik dengan proyek band visualnya Gorillaz. Ketika SMP pula lah saya sering ngejam bersama teman-teman band membawakan lagu “Song 2”.

Namun saya baru benar-benar mengulik lagu-lagu mereka ketika akhir masa kuliah di pertengahan tahun 2012. Ketika itu saya melihat video teaser Blur yang baru saja mengeluarkan box set album mereka dalam rangka merayakan 21 tahun Blur. Sejak itu rasa penasaran semakin memuncak.

Kemudian proses mendengarkan pun terjadi. Arrrgghhhh, saya terkagum-kagum dengan lagu-lagu mereka. Kemana aja saya selama ini. Ngakunya penggila musik, tapi melewatkan salah satu legenda musik Britpop. Karena akan sulit mencari albumnya di toko-toko CD sekarang, akhirnya pencarian dilakukan ke pedagang kaset bekas di Jogja.

Karena tidak mendapatkan hasil, akhirnya saya titip ke sobat saya Remo yang seorang kolektor kaset akut dan sering berburu kaset ke daerah Ngejaman (daerah sekitar Jalan Malioboro, Yogyakarta). Karena dia kenal dengan sang penjual, tidak tanggung-tanggung 3 kaset Blur berhasil di dapatkan. The Best of (2000), Blur (1997), dan 13 (1999). Remo pun memberikan secara cuma-cuma karena saya telah membantunya dalam membuat hadiah untuk kekasihnya Prita. Thanks banget Mo!! :D

Setelah kejadian kemarin saya hanya bisa iri melihat orang-orang yang mengunggah foto dan video Blur saat live di Lapangan D Senayan kemarin. Ah, menyesal tingkat dewa ini namanya. Tapi ya sudahlah, semua sudah terlewat. Saya tidak punya budget cukup untuk membeli tiketnya. Maklum, tabungan terbatas dan saya hanyalah pekerja dengan gaji pas-pasan yang baru mulai mencoba menakhlukan ibukota selama 5 bulan.

Blur - Live in Jakarta
Banyak yang bilang kalau fans sejati akan melakukan apa saja untuk menyaksikan musisi idolanya. Ya terserah orang mau menilai saya seperti apa. Tapi yang pasti saya tetap menyukai Blur apapun yang terjadi. Saya memang terbilang baru menyukai mereka, tapi bukan karena alasan terlihat keren atau apalah. Saya tetap mengagumi mereka dengan karya-karyanya, dengan segala keunikan mereka, dan segala cerita yang mengiringi karir musik mereka. Semoga suatu hari nanti saya bisa menyaksikan mereka langsung di Hyde Park! Ya setidaknya menonton Blur tampil live di mana pun saya bisa menggapainya.

Saya ingin memberi applause sekuat tenaga ketika Coxon masuk stage dengan Stripes Tshirt, dan Fender Telecaster signature-nya, kemudian mulai menyanyikan “Coffee & TV”. Berjingkrak-jingkrak ketika Dave Rowntree mulai memainkan ketukan drum pembuka lagu “Song 2”. Mengangkat tangan ketika Damon Albarn bergerak pecicilan saat menyanyikan “Country House”. Ber-singalong ketika Alex mulai mengeluarkan bass betotnya dan “Tender” dilantunkan. Dan memuncaknya rasa haru bercampur bahagia ketika “The Universal” menjadi klimaks penutup aksi mereka.




Yeah, I hope It Really, Really Could Happen.